Dewasa ini, memiliki rumah hunian tidak cukup hanya sekadar layak tinggal saja. Namun, banyak pertimbangan lainnya sehingga hunian yang dipilih memiliki nilai lebih (add values), baik dari sisi tata ruang, fasilitas, aksesibilitas, kemudahan proses kredit KPR, bahkan tingkat efisiensinya.
Salah satu konsep yang akhir-akhir ini ramai diperbincangkan di berbagai media publik nasional adalah TOD atau Transit Oriented Development. Menurut Institute for Transportation and Development Policy (ITDP), Transit Oriented Development merupakan penggabungan antara area residensi dan komersial dalam satu area yang didesain untuk memaksimalkan akses ke transportasi publik.
Konsep Transit Oriented Development atau TOD mulai dikenal di kalangan pakar perkotaan setelah Peter Calthorpe memaparkan konsep tersebut dalam jurnal “The New American Metropolis” pada 1993.
Ia berpendapat bahwa gagasan TOD mulai mengemuka setelah munculnya fenomena urbanisasi atau urbansprawl. Akibat dari urbanisasi ini tingkat kemacetan di perkotaan semakin tinggi akibat masifnya penggunaan kendaraan pribadi. Hal ini berdampak pada kualitas kehidupan perkotaan semakin memburuk dan tata guna lahan yang tidak terintegrasi.
Kompleks hunian yang memiliki konsep TOD pada umumnya mempunyai infrastruktur yang berfungsi sebagai pusat area seperti perkantoran, pusat perbelanjaan (shopping center), dan ruang terbuka hijau. Secara eksplisit, worldbank mengungkap bahwa konsep TOD diimplementasikan dengan mengelompokkan jobs, housing, services, and amenities around transport station
Dengan adanya implementasi konsep hunian berorientasi TOD, akan terjadi internalisasi pergerakan antara hunian, perkantoran dan fungsi-fungsi lain dalam sebuah distrik yang tersentralisasi. Pusat area atau core commercial area ini terkoneksi dengan stasiun transit atau stasiun pemberhentian moda transportasi umum, seperti commuter line, Mass Rapid Transit (MRT), Light Rail Transit, bus, metro, atau angkutan umum lainnya.
Kini, konsep hunian TOD menjadi suatu keniscyaan karena tidak sedikit waktu dan energi terbuang dalam perjalanan akibat macet ditambah dengan polusi udara yang berasal dari asap kendaraan bermotor. Selain menyebabkan kelelahan, kemacetan pun menyebabkan stress, padahal banyak kaum urban memiliki mobilitas tinggi ke berbagai tempat.
Dampak negatif dari masifnya penggunaan kendaraan pribadi sebagai alat transportasi utama masyarakat yakni peningkatan mobilitas yang berpengaruh kepada terciptanya kemacetan lalu lintas di suatu wilayah. Pada 2019, Bank Dunia memproyeksi kemacetan yang terjadi di kota-kota besar Indonesia menimbulkan kerugian paling sedikit US$ 4 miliar atau sekitar Rp 56 triliun.
Salah satu negara yang berhasil menekan kemacetan lalu lintas dengan menerapkan konsep TOD, yaitu di Curitiba, Brazil yang menciptakan sistem transportasi pada kota kepadatan tinggi di sepanjang lima koridor linear. Beberapa kota lainnya di dunia yang telah menerapkan konsep TOD antara lain Hong Kong, Beijing, Tokyo, Singapura, Stockholm , dan Copenhagen.
Menurut ITDP, kawasan hunian berkategori sebagai kawasan TOD, setidaknya harus memenuhi delapan prinsip utama TOD Standard, yakni: Berjalanan kaki (walk); Bersepeda (Cycle); Menghubungkan (Connect) atau jalur jaringan jalan-jalan yang padat di antara blok-blok kecil yang permeable; Angkutan Umum (Transit); Pembauran (Mix) tata guna lahan yang ramah untuk pejalan kaki (pedestrian friendly) dan pesepeda; Memadatkan (Densify) pola tata ruang yang rapat dan padat secara vertical; Merapatkan (Compact) tata ruang dalam satu kawasan yang saling berdekatan satu sama lainnya untuk digunakan berbagai kegiatan dan aktivitas; Beralih (Shift), penghuni dikondisikan untuk menggunakan kendaraan umum atau massal dibandingkan kendaraan pribadi.
Dengan hadirnya kawasan hunian berorientasi TOD yang dilengkapi dengan berbagai macam fasilitas yang mudah, lengkap, dan nyaman, kawasan hunian TOD akan menjadi tren dan primadona bagi masyarakat Indonesia di kemudian hari.
Beberapa kelebihan hunian TOD antara lain:
Terintegrasinya antara area komersial dan fasilitas umum dalam satu kawasan, memudahkan penghuni untuk melakukan berbagai aktivitas sehari-hari. Dengan segala kepraktisan yang ditawarkan akan berdampak pada meningkatnya kualitas dan taraf hidup penghuninya.
Ilustrasi: Berjalan kaki sekaligus menikmati susana alam. (Sumber:parkway25.com)
Semakin dekatnya jarak tempuh menuju terminal transportasi massal akan menciptakan efisiensi dalam hal jarak, waktu, biaya, tenaga, juga mengurangi tingkat kemacetan karena kini telah terjadi perubahan kebiasaan dari pengunaan mobil pribadi ke transportasi publik di berbagai kota besar. Hal ini otomatis akan memperluas mobilitas dengan mengurangi ketergantungan pada kendaraan bermotor pribadi sehingga bisa mengurangi biaya pengeluaran transportasi rumah tangga.
Sejatinya, menurut ITDP, TOD didesain untuk menciptakan ruang kota yang lebih hidup yang berorientasi pada para pejalan kaki, pesepeda, dan pengguna transportasi publik. Hal ini tentu meningkatkan kesadaran masyarakat akan gaya hidup lebih sehat dan aktif dengan berjalan kaki atau bersepeda.
Ilustrasi: Sensasi bersepeda di lingkungan alam yang segar. (Sumber: carehome.co.uk)
Dengan berkurangnya penggunaan kendaraan pribadi di rumah tangga akan berdampak berkurangnya kemacetan, polusi udara,dan emisi gas rumah kaca. Terlebih tata ruang kawasan hunian TOD peduli akan ruang terbuka hijau.
Hunian yang memiliki konsep TOD memiliki potensi investasi potensial karena masyarakat perkotaan jenuh dengan kemacetan lalu lintas, perjalanan panjang, dan polusi udara sehingga masyarakat bersedia membayar lebih untuk memiliki hunian yang nyaman untuk tempat tinggal dan bekerja,
Pembangunan hunian TOD seiring-sejalan dengan program pembangunan hunian yang digaungkan pemerintah seperti tercantum dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman yang menyatakan pembangunan rumah umum harus mempunyai akses menuju pusat pelayanan atau tempat kerja. Pemerintah berharap ke depannya kawasan TOD dapat direalisasikan dalam skala nasional sehingga tidak hanya terpusat di kota-kota besar, melainkan meluas hingga ke daerah-daerah.
Saat ini, pihak pengembang papan atas yang telah mengintegrasikan hunian berorientasi TOD dan memenuhi TOD Standard adalah Agung Podomoro Land (APL) yang kini tengah membangun kawasan hunian residential Podomoro Park Bandung di daerah Buah Batu, Bandung. Sebuah kawasan hunian resort yang mengintegrasikan seluruh aspek kehidupan sehat dan aktif dalam satu kawasan.
Podomoro Park Bandung, kawasan hunian terintegrasi berorientasi TOD. (Sumber: Dokumentasi Podomoropark)
Kawasan bergaya modern tropis berlatar pegunungan di Bandung Selatan ini mengusung konsep “Harmony with Nature” dengan suasana Bandung tempo dulu yang asri, sejuk, dan nyaman.
Komitmen pengembang dibuktikan dengan menjadikan 50% lahan sebagai area penghjauan dari total lahan 130 hektar. Selain itu, akan dibangun danau indah sepanjang 1 km yang membentang di tengah kawasan dan menjadi center of attraction bagi para penghuninya.
Sebagai kawasan resort modern yang memenuhi lima aspek TOD, yaitu konektivitas, alih moda, angkutan umum, berjalan kaki, dan bersepeda. Setiap unit hunian di Podomoro Park Bandung dekat dengan beragam fasilitas yang bisa ditempuh cukup dengan berjalan kaki, naik sepeda, atau menggunakan shuttle bus.
Selain itu, penghuni dengan mudah dapat mengunjungi danau dengan menyusuri jogging track yang luas, bikeline, club house premium, taman bunga Tabebuya, collective garden, tempat rekreasi air, sarana olahraga, area publik dengan fasilitas hotspot wifi, pusat bisnis, masjid, Living Plaza Mall, Primaya Hospital, sekolah Al-Azhar, stasiun LRT, dan berbagai fasilitas lainnya.